2 - Pertemuan Tak Terduga

Aku langsung menyentakkan tangannya saat sadar tentang hal itu dan memelototinya. "Hati-hati, dong! Jangan lari-lari! Kayak bocah aja!" kataku marah.


Tapi dia malah terdiam dengan raut wajahnya terlihat bodoh saat memandangku. Aku mengernyit bingung setengah kesal. “Ck!" decakku jengkel.

Seolah tersadar setelah mendengar decakanku, laki-laki itu langsung berkata, “Eh ... sorry, gue kesandung," dengan nada yang cepat dan senyum aneh, menurut pandanganku. “Dan, thanks karena udah nahan gue biar nggak jatuh," tambahnya lagi.

Aku tak membalas kata-katanya maupun senyuman yang dia berikan padaku. Masih kesal dengan kejadian ‘hampir jatuh' dan semakin kesal ketika mengetahui ternyata dia bukanlah Eza yang aku pikirkan sehelumnya.

Aku membuang napas keras, berusaha menghilangkan rasa kesal. Lalu, aku berjalan begitu saja meninggalkan dia. Tapi, belum sempat langkahku menjauhinya, dia menarik lenganku yang sontak saja membuatku kembali berbalik menghadapnya.

"Gue anterin pulang," katanya tiba-tiba dengan ekspresi dan tatapan yang terlihat jelas bahwa ia tertarik padaku. Oh! Jangan mengataiku orang yang terlalu percaya diri, tapi ekspresi wajah serta tatapan mata laki-laki itu terlalu mudah untuk aku tebak.

Aku menghela napas lelah. Dalam dia bertanya-tanya, apa jika aku tolak dia malah akan semakin menempeli aku untuk mendapatkan perhatian?

Aku menggelengkan kepala pelan. “Gue naik bus," Kataku malas. Lalu melepaskan tangannya dari lenganku. Tapi lagi-lagi, dia menarik lenganku. Aku mulai kesal dengan apa yang dia lakukan. "Apa sih?!"

"Bus-nya udah mau berangkat. Lo biar gue anterin aja."

Apa? Aku langsung memutar kepalaku ke arah di mana bus sekolah berada. Benar saja, bus itu sudah mulai melaju. Lalu, aku memerhatikan sekitar yang sudah mulai sepi. Keramaian area parkir yang sebelumnya aku lihat, kini tidak ada.

"Za! Kita duluan!" teriak seorang laki-laki berwajah jahil dari dalam bus.

"Oke!" Laki-laki di sampingku ini balas berteriak. Aku membulatkan kedua bola mata saat sadar tinggal kami berdua yang ada di sekolah.

"Eh! Tunggu!" Bodoh memang, kenapa aku berteriak? Persetan! Aku mencoba melepaskan cengkaran tangannya, berniat untuk mengejar bus. Tapi sialan, laki-laki itu tidak juga melepaskan lenganku sampai akhirnya bus sudah melewati gerbang dan si Eza baru melepaskan tangannya dariku setelah bus itu benar-benar pergi.

Aku berlari mengejar bus. Tapi tentu saja, bus itu sudah tertelan keramaian jalan raya. Aku mendesah kesal, kemudian berbalik dengan emosi memandang laki-laki yang bernama Eza itu.

"Lo apa-apaan, sih?!" sentakku penuh emosi.

Tapi, Eza malah mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh lalu tersenyum lebar ke arahku dengan cara yang sangat menyebalkan. "Biar gue anterin?" katanya dengan nada penuh kemenangan.

Hah! Yang bener aja! Sampai kapan pun aku nggak akan mau dianterin pulang sama cowok kayak dia.

Aku tersenyum miring membalasnya. “No, thank you. lebih baik gue naik ojek daripada bareng lo," kataku sambil mengeluarkan ponsel untuk memesan ojek online.

“Sumpah!"

Satu kata yang baru saja Eza ucapkan itu berhasil menarik perhatianku. Kerutan halus di keningku muncul saat mendapati Eza sedang memperhatikan aku dengan sorot penuh makna. “Kenapa?" tanyaku penuh rasa curiga.

Eza malah tertawa. “Sumpah! Lo lucu! Imut!" katanya di tengah tawanya.

Tapi, aku sama sekali tidak senang mendengar pujian itu. Rasanya justru aneh. Pertemuan tak terduga ini juga sangat aneh. Dan yang lebih aneh lagi adalah Eza bersikap seolah kita sudah saling mengenal. Aneh. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 - Perkenalan